Ada segolongan sufi beranggapan bahwa syariat hanyalah kulit dan isinya
adalah hakikat/fakta. Anggapan yang demikian menunjukkan bahwa sufi
tersebut tidak memperoleh pengalaman spiritual yang benar. Sufi yang
masuk ke pengalaman spiritual yang benar tidak pernah mengeluarkan
pernyataan yang demikian. Sufi yang benar tidak membedakan syariat
dengan fakta. Sebenarnya syariat terdiri
dari kulit dan isi. Kulitnya syariat zahir dan isinya syariat batin.
Penggunaan istilah 'fakta' adalah untuk merujuk kepada satu bagian
syariat batin yang mendalam. Meskipun digunakan istilah fakta itu tetap
juga bagian syariat. Kebenaran yang dinyatakan dengan jelas dan juga
secara simbolik juga termasuk dalam bidang syariat. Ulama zahir fokus
pada syariat lahir. Ulama yang lebih matang fokus pada syariat zahir dan
syariat batin sekaligus, tidak dipisahkan.
Peraturan syariat hukumnya sama bagi semua orang Islam. Masyarakat dan ahli makrifat yang sempurna tunduk pada hukum dan peraturan yang sama, tidak ada kelonggaran bagi satu pihak dan penekanan pada pihak yang lain. Sufi yang masih baru atau yang keliru dan orang jahil yang bertaklid melulu mencoba membuang dasar syariat dengan mengatakan aturan syariat berlaku untuk orang yang belum sampai ke makam makrifat. Mereka beranggapan sufi hanya perlu mendapatkan pencerahan. Mereka beranggapan tujuan mematuhi syariat adalah untuk memperoleh makrifat. Bila tercerahkan sudah diperoleh aturan syariat dengan sendirinya gugur. Golongan ini berpendapat ahli makrifat yang melakukan ibadah hanyalah untuk memberi contoh kepada masyarakat dan dorongan kepada mereka untuk menuju ke makrifat. Mereka mengatakan syariat hanya harus dilakukan oleh orang yang masih baru dalam perjalanan spiritual sedangkan bagi mereka sendiri yang sudah mencapai makrifat tidak membutuhkan syariat lagi. Inilah paham yang kufur dan sesat.
Ada pula kaum sufi yang hanya mementingkan fakta, tapi fakta yang mereka maksudkan bukanlah syariat batin atau fakta kepada syariat. Mereka memiliki definisi sendiri tentang hakikat dan syariat. Bagi mereka syariat hanyalah kulit murni tanpa isi, tubuh tanpa nyawa. Isi atau nyawa tidak tergantung pada kulit atau tubuh. Mereka maksudkan fakta tidak tergantung kepada syariat. Sufi jenis ini membangun pemahaman berdasarkan pengalaman mereka semata-mata. Meskipun berpaham demikian mereka menghormati syariat karena itu datangnya dari Allah swt dan patut dimuliakan. Mereka tidak setuju dengan perbuatan mencampakkan syariat karena tindakan yang demikian menunjukkan tidak setuju dengan apa yang Tuhan lakukan. Sufi jenis ini adalah orang yang telah mengorbankan segala-galanya karena cinta mereka kepada Allah swt Keasyikan dan mabuk yang menguasai mereka menyebabkan mereka memasuki suasana pengalaman spiritual yang diistilahkan sebagai tingkat bayang, sehingga timbul pemikiran yang berbeda dari syariat. Namun sebagai orang yang mencintai Allah swt mereka muliakan syariat yang diturunkan oleh-Nya. Golongan inilah yang berhak dimaafkan bukan dikutuk tetapi paham mereka tidak dapat diikuti dan dipegang. Kata mereka yang melanggar syariat harus dianggap sebagai ucapan latah orang yang di dalam mabuk.
Sufi golongan ke tiga memahamkan syariat sebagai kombinasi kulit dan isi, tubuh dan jiwa. Mereka berpendapat memegang syariat lahir tanpa mencapai syariat batin adalah kurang berarti, sementara mengambil syariat batin dengan membuang zahirnya adalah tidak sempurna. Mereka berpaham bahwa seseorang dapat mengambil syariat lahir meskipun batinnya tidak mencolok. Bagi mereka orang yang fokus pada syariat zahir dan beramal dengannya sudah bisa menyelamatkannya di akhirat kelak. Golongan yang mengambil syariat lahir saja adalah mereka yang berkedudukan sebagai ulama zahir dan orang Islam publik. Mengambil syariat lahir saja tanpa batinnya dibolehkan tetapi mengambil syariat batin tanpa zahirnya adalah tanda mungkin. Kesimpulan golongan ini adalah keunggulan zahir dan batin ditentukan oleh hubungan mereka dengan Islam dan semua kebenaran yang ada dalam paham agama yang dikenal sebagai Ahli Sunah wal Jamaah. Seribu pembukaan dan penyaksian dalam alam kebatinan tidak dapat menandingi paham agama yaitu Tuhan tidak menyamai sesuatu apa pun. Golongan tersebut tidak cenderung dengan pengalaman spiritual yang bertentangan dengan kebenaran syariat meskipun sedikit. Bagi mereka pembukaan demikian hanyalah tes yang menyeret mereka ke tempat siksaan secara perlahan. Mereka adalah golongan yang mendapat petunjuk dari Tuhan dan paling layak diikuti. Mereka sebenarnya adalah ulama yang berhasil, diberi bimbingan dan petunjuk yang benar oleh Tuhan. Tuhan membantu mereka menyatakan kebenaran syariat dan Tuhan memberi mereka hadiah karena mendukung aturan syariat.
Sufi golongan ke tiga berbeda dengan golongan yang hanya mementingkan batin dan tidak sedikit pun mematuhi aturan syariat. Golongan yang memisahkan diri dengan syariat menyangka kebenaran yang dicari tidak ada dalam syariat. Mereka menyangka syariat hanyalah tubuh yang tanpa nyawa. Mereka berpegang kepada kebenaran yang muncul dari bayangan dan mereka melenceng dari arah yang menuju kepada kebenaran yang sejati. Akibatnya kewalian mereka hanyalah dalam perbatasan kewalian bayangan dan jarak mereka dengan Tuhan tidak melebihi tingkat Alam. Kewalian golongan ke tiga yang menggabungkan zahir dan batin syariat menemukan kebenaran sejati dan asli. Mereka mendapat petunjuk dan menemukan jalan kepada Zat Yang Hakiki, yang tiada sesuatu menyerupai-Nya. Mereka berhasil melewati kebenaran tingkat rendah. Mereka maju sampai ke penghujung jalan dan akibatnya mereka memperoleh kewalian cara kenabian. Tahap tersebut dicapai dengan cara tidak sedikit pun meragukan syariat dan tidak meninggalkan tuntutan syariat.
Golongan sufi yang berpaham syariat hanyalah kerangka kosong dan fakta yaitu kebenaran sejati berada diluar syariat, mendapat paham demikian melalui beberapa sebab. Sebagian dari mereka menjalani tarekat sufi hanya sampai ke tingkat bersatu dengan Tuhan. Mereka tidak melanjutkan perjalanan mereka melewati tahap tersebut. Ada pula yang mempelajari doktrin wahdatul wujud terlebih dahulu dan memulai perjalanan dengan membawa kepercayaan doktrin tersebut. Segala usaha ditujukan untuk mengungkapkan gagasan dan kepercayaan wahdatul wujud. Ketika mereka memulai perjalanan di atas landasan wahdatul wujud maka yang mereka temui dan alami adalah wahdatul wujud. Golongan ini juga berhenti pada tingkat bersatu dengan Tuhan dan meyakini bahwa yang ada hanya satu wujud yaitu Wujud Tuhan. Mereka membentuk keyakinan bahwa wahdatul wujud adalah kebenaran yang paling tinggi sehingga timbul anggapan bahwa wahdatul wujud adalah pegangan wali-wali. Mengaitkan wahdatul wujud dengan kewalian menambahkan keteguhan kepercayaan kepada doktrin tersebut. Mereka memandang hakikat agama melalui suluhan yang berdasarkan kepercayaan kepada satu wujud. Mereka memperkenalkan tauhid secara doktrin wahdatul wujud dan dengan lantang mengatakan syariat tidak memperkenalkan tauhid yang sebenarnya. Dari kalangan mereka ada yang mengatakan segala hal dalam syariat adalah syirik, hanya pegangan wahdatul wujud yang bebas dari syirik. Begitulah hebatnya pengaruh pengalaman spiritual dalam membentuk keyakinan tentang kebenaran agama dan tauhid.
Selain alasan di atas sikap dan pandangan pribadi seseorang sufi itu sendiri memisahkan syariat dari kenyataan. Sufi jenis ini berpendirian hidup dalam pengasingan lebih baik dari bercampur dengan orang banyak. Mereka berpendapat hanya sedikit saja fakta yang dapat ditemukan dalam syariat. Mereka berpendapat bidang fakta terbuka dalam fana, zauk dan mabuk ketuhanan. Oleh karena itu mereka lebih suka menghabiskan waktu dengan berkhalwat dan beribadat sendirian tanpa mengambil bagian dalam bidang dakwah, berjihad dan melayani masyarakat.
Golongan yang dipimpin kepada penghabisan jalan menemukan bahwa syariatlah yang menunjukkan apakah kehidupan agama yang sebenarnya. Syariat tidak hanya mengajarkan aturan zahir yang diistilahkan sebagai syariat lahir, bahkan syariat juga membawa hal-hal spiritual yang meliputi iman, tauhid, mahabbah, syukur, sabar, ikhlas, takwa, ihsan dan lain-lain. Bidang kerohanian seperti pemikiran, perasaan, daya rasa, niat, keinginan dan lain-lain juga berada dalam syariat. Syariat yang mencakup hal zahir dan batin adalah Agama Islam yang lengkap dan sempurna. Ia mengajarkan kehidupan beriman, bertakwa dan ihsan yang sempurna. Apapun aliran tarekat harus menjurus kepada memperkuat keyakinan dan pegangan pada apa yang dikatakan oleh syariat bukan mencari kebenaran yang lain dari kebenaran syariat.
Peraturan syariat hukumnya sama bagi semua orang Islam. Masyarakat dan ahli makrifat yang sempurna tunduk pada hukum dan peraturan yang sama, tidak ada kelonggaran bagi satu pihak dan penekanan pada pihak yang lain. Sufi yang masih baru atau yang keliru dan orang jahil yang bertaklid melulu mencoba membuang dasar syariat dengan mengatakan aturan syariat berlaku untuk orang yang belum sampai ke makam makrifat. Mereka beranggapan sufi hanya perlu mendapatkan pencerahan. Mereka beranggapan tujuan mematuhi syariat adalah untuk memperoleh makrifat. Bila tercerahkan sudah diperoleh aturan syariat dengan sendirinya gugur. Golongan ini berpendapat ahli makrifat yang melakukan ibadah hanyalah untuk memberi contoh kepada masyarakat dan dorongan kepada mereka untuk menuju ke makrifat. Mereka mengatakan syariat hanya harus dilakukan oleh orang yang masih baru dalam perjalanan spiritual sedangkan bagi mereka sendiri yang sudah mencapai makrifat tidak membutuhkan syariat lagi. Inilah paham yang kufur dan sesat.
Ada pula kaum sufi yang hanya mementingkan fakta, tapi fakta yang mereka maksudkan bukanlah syariat batin atau fakta kepada syariat. Mereka memiliki definisi sendiri tentang hakikat dan syariat. Bagi mereka syariat hanyalah kulit murni tanpa isi, tubuh tanpa nyawa. Isi atau nyawa tidak tergantung pada kulit atau tubuh. Mereka maksudkan fakta tidak tergantung kepada syariat. Sufi jenis ini membangun pemahaman berdasarkan pengalaman mereka semata-mata. Meskipun berpaham demikian mereka menghormati syariat karena itu datangnya dari Allah swt dan patut dimuliakan. Mereka tidak setuju dengan perbuatan mencampakkan syariat karena tindakan yang demikian menunjukkan tidak setuju dengan apa yang Tuhan lakukan. Sufi jenis ini adalah orang yang telah mengorbankan segala-galanya karena cinta mereka kepada Allah swt Keasyikan dan mabuk yang menguasai mereka menyebabkan mereka memasuki suasana pengalaman spiritual yang diistilahkan sebagai tingkat bayang, sehingga timbul pemikiran yang berbeda dari syariat. Namun sebagai orang yang mencintai Allah swt mereka muliakan syariat yang diturunkan oleh-Nya. Golongan inilah yang berhak dimaafkan bukan dikutuk tetapi paham mereka tidak dapat diikuti dan dipegang. Kata mereka yang melanggar syariat harus dianggap sebagai ucapan latah orang yang di dalam mabuk.
Sufi golongan ke tiga memahamkan syariat sebagai kombinasi kulit dan isi, tubuh dan jiwa. Mereka berpendapat memegang syariat lahir tanpa mencapai syariat batin adalah kurang berarti, sementara mengambil syariat batin dengan membuang zahirnya adalah tidak sempurna. Mereka berpaham bahwa seseorang dapat mengambil syariat lahir meskipun batinnya tidak mencolok. Bagi mereka orang yang fokus pada syariat zahir dan beramal dengannya sudah bisa menyelamatkannya di akhirat kelak. Golongan yang mengambil syariat lahir saja adalah mereka yang berkedudukan sebagai ulama zahir dan orang Islam publik. Mengambil syariat lahir saja tanpa batinnya dibolehkan tetapi mengambil syariat batin tanpa zahirnya adalah tanda mungkin. Kesimpulan golongan ini adalah keunggulan zahir dan batin ditentukan oleh hubungan mereka dengan Islam dan semua kebenaran yang ada dalam paham agama yang dikenal sebagai Ahli Sunah wal Jamaah. Seribu pembukaan dan penyaksian dalam alam kebatinan tidak dapat menandingi paham agama yaitu Tuhan tidak menyamai sesuatu apa pun. Golongan tersebut tidak cenderung dengan pengalaman spiritual yang bertentangan dengan kebenaran syariat meskipun sedikit. Bagi mereka pembukaan demikian hanyalah tes yang menyeret mereka ke tempat siksaan secara perlahan. Mereka adalah golongan yang mendapat petunjuk dari Tuhan dan paling layak diikuti. Mereka sebenarnya adalah ulama yang berhasil, diberi bimbingan dan petunjuk yang benar oleh Tuhan. Tuhan membantu mereka menyatakan kebenaran syariat dan Tuhan memberi mereka hadiah karena mendukung aturan syariat.
Sufi golongan ke tiga berbeda dengan golongan yang hanya mementingkan batin dan tidak sedikit pun mematuhi aturan syariat. Golongan yang memisahkan diri dengan syariat menyangka kebenaran yang dicari tidak ada dalam syariat. Mereka menyangka syariat hanyalah tubuh yang tanpa nyawa. Mereka berpegang kepada kebenaran yang muncul dari bayangan dan mereka melenceng dari arah yang menuju kepada kebenaran yang sejati. Akibatnya kewalian mereka hanyalah dalam perbatasan kewalian bayangan dan jarak mereka dengan Tuhan tidak melebihi tingkat Alam. Kewalian golongan ke tiga yang menggabungkan zahir dan batin syariat menemukan kebenaran sejati dan asli. Mereka mendapat petunjuk dan menemukan jalan kepada Zat Yang Hakiki, yang tiada sesuatu menyerupai-Nya. Mereka berhasil melewati kebenaran tingkat rendah. Mereka maju sampai ke penghujung jalan dan akibatnya mereka memperoleh kewalian cara kenabian. Tahap tersebut dicapai dengan cara tidak sedikit pun meragukan syariat dan tidak meninggalkan tuntutan syariat.
Golongan sufi yang berpaham syariat hanyalah kerangka kosong dan fakta yaitu kebenaran sejati berada diluar syariat, mendapat paham demikian melalui beberapa sebab. Sebagian dari mereka menjalani tarekat sufi hanya sampai ke tingkat bersatu dengan Tuhan. Mereka tidak melanjutkan perjalanan mereka melewati tahap tersebut. Ada pula yang mempelajari doktrin wahdatul wujud terlebih dahulu dan memulai perjalanan dengan membawa kepercayaan doktrin tersebut. Segala usaha ditujukan untuk mengungkapkan gagasan dan kepercayaan wahdatul wujud. Ketika mereka memulai perjalanan di atas landasan wahdatul wujud maka yang mereka temui dan alami adalah wahdatul wujud. Golongan ini juga berhenti pada tingkat bersatu dengan Tuhan dan meyakini bahwa yang ada hanya satu wujud yaitu Wujud Tuhan. Mereka membentuk keyakinan bahwa wahdatul wujud adalah kebenaran yang paling tinggi sehingga timbul anggapan bahwa wahdatul wujud adalah pegangan wali-wali. Mengaitkan wahdatul wujud dengan kewalian menambahkan keteguhan kepercayaan kepada doktrin tersebut. Mereka memandang hakikat agama melalui suluhan yang berdasarkan kepercayaan kepada satu wujud. Mereka memperkenalkan tauhid secara doktrin wahdatul wujud dan dengan lantang mengatakan syariat tidak memperkenalkan tauhid yang sebenarnya. Dari kalangan mereka ada yang mengatakan segala hal dalam syariat adalah syirik, hanya pegangan wahdatul wujud yang bebas dari syirik. Begitulah hebatnya pengaruh pengalaman spiritual dalam membentuk keyakinan tentang kebenaran agama dan tauhid.
Selain alasan di atas sikap dan pandangan pribadi seseorang sufi itu sendiri memisahkan syariat dari kenyataan. Sufi jenis ini berpendirian hidup dalam pengasingan lebih baik dari bercampur dengan orang banyak. Mereka berpendapat hanya sedikit saja fakta yang dapat ditemukan dalam syariat. Mereka berpendapat bidang fakta terbuka dalam fana, zauk dan mabuk ketuhanan. Oleh karena itu mereka lebih suka menghabiskan waktu dengan berkhalwat dan beribadat sendirian tanpa mengambil bagian dalam bidang dakwah, berjihad dan melayani masyarakat.
Golongan yang dipimpin kepada penghabisan jalan menemukan bahwa syariatlah yang menunjukkan apakah kehidupan agama yang sebenarnya. Syariat tidak hanya mengajarkan aturan zahir yang diistilahkan sebagai syariat lahir, bahkan syariat juga membawa hal-hal spiritual yang meliputi iman, tauhid, mahabbah, syukur, sabar, ikhlas, takwa, ihsan dan lain-lain. Bidang kerohanian seperti pemikiran, perasaan, daya rasa, niat, keinginan dan lain-lain juga berada dalam syariat. Syariat yang mencakup hal zahir dan batin adalah Agama Islam yang lengkap dan sempurna. Ia mengajarkan kehidupan beriman, bertakwa dan ihsan yang sempurna. Apapun aliran tarekat harus menjurus kepada memperkuat keyakinan dan pegangan pada apa yang dikatakan oleh syariat bukan mencari kebenaran yang lain dari kebenaran syariat.